Laman

karyaku

karyaku
kenangan untuk Nur, Akbar, Ikbal, Anisa, Yoga, Andi dan Sofia

karya sebelumnya

karya sebelumnya

Jumat, 16 April 2010

Menulis Cepat dan Bungkus Rokok

Ah, apa hubungannya? Begitu potong orang tiap kali saya menggoda, bahwa pada sepotong bekas bungkus rokok ada kunci dan solusi buat yang ingin terlatih menulis super cepat.

Serius, cobalah.

Ini masih ada kaitannya dengan keberadaan "syaraf penulisan" yang selalu kita bicarakan di blog ini.

Detilnya begini. Syaraf penulisan itu, ibarat pohon beringin yang kokoh, akarnya banyak rimbun sekali. Ada yang tertanam ada yang sampai muncul di luar, bergelantungan sehingga Tarzan pun suka bergelantungan dengannya.

Saat kita sedang menulis, seringkali kecepatan tangan menekan tuts kalah cepat dengan melesatnya pikiran. Ide-ide berlalu lalang. Sama seperti kalau kita pas di tengah belantara kota Jakarta. Ratusan mobil berlalu lalang di depan mata, seberapa mampu mata mampu memantau dan mengingat mobil yang melaju cepat. laju ide juga seperti itu. Nakh, lagi enak-enaknya mengetik menuliskan apa kata pikiran, tiba-tiba nyelonong ide yang bagus sekali. Adakalanya ide tadi masih berkait dengan tema yang lagi ditulis, adakalanya "ide baru" masih berkait, tetapi dalam konteks lain yang lebih menggoda kita.

Kalau pas begitu, kertas bungkus rokok yang sudah kita robek tadi, tiba-tiba bisa menjadi berguna sekali. Buat apa? buat "mengabadikan" ide bagus yang nyelonong tadi dalam satu "kata kunci" pengingat, misalnya "tuhan mati" kata kunci ini untuk mengunci mati sebuah calon artikel yang akan membahas soal matinya tuhan dengan "t" kecil dalam dada seseorang, lalu seseorang tadi ketakutan apakah dirinya telah menjadi kafir? Tapi pada saat yang bersamaan, ia menangis haru, dan memuji tuhan ketika melihat sekuntum mawar biru bergoyang-goyang di tangkainya ditiup angin, jadinya mestinya, bukannya dia telah menjadi kafir, yang mati di hatinya hanya tuhan dengan "t" kecil, tuhan konsep fikih dan syariah, sedang tuhan substansinya, tuhan dengan "T" besar di hatinya justru tumbuh subur. Inilah "inti" calon ceritanya.

Bagaimana caranya?

Eja dalam hati, inti dari ide yang datang tanpa diundang tadi, lalu ucapkanlah dengan mulut bersuara, jangan dibatin dan sambil memandang kertas bungkus rokok tadi.

Baru sepuluh tahun setelah tersimpan lama kelak, cerita tentang tuhan telah mati ini, muncul lagi dengan jelas, hanya pas sedang duduk-duduk di tepi pantai, si penulis tadi menemukan sepotong bungkus rokok, persis seperti ketika dia menuliskan ide-idenya di bekas bungkus rokok merk yang sama.

Anda sulit sekali menghapal sebuah rumus matematik. Pasanglah rumus tadi, di tembok, dimana di situ ada foto orang yang paling Anda kasihi maka rumus itu pun akan nyantol lama di otak Anda, tanpa harus susah-susah. Kata orang itu namanya teknik bi-sosiasi, asosiasi ganda.

Dengan cara itu nama dan "peristiwa" jadi mudah tersimpan, meski pun Anda lama melupakannya, sampai bekas sebungkus rokok yang sama mengingatkan Anda. Dengan tersimpan secara visual, otak jadi lebih mampu menyimpan lama.

Begitu juga halnya dalam memenej bahan dan ide yang lalu lalang menginterupsi. Tangkap dan simpanlah ia dengan visualisasi, kaitkan "inti ide" nakal yang lewat tadi dengan benda-benda yang ada di dekat Anda. Ucapkan apa yang ingin Anda ingat, lalu kaitkan dengan benda-benda tertentu yang dekat dengan Anda, dan berada disekitar Anda pada saat itu.

Syaraf penulisan Anda akan cepat mengingatnya pada saat Anda membutuhkannya untuk memperdalam tulisan, atau mungkin akan Anda tulis dalam sebuah judul tersendiri. Dengan cara begitu, Anda mengingatnya secara kinestik-motori (karena Anda menuliskan inti idenya di bungkus rokok), sekaligus mengingat secara visual (karena bungkus rokok itu kan sudah tersimpan lama di otak Anda) bungkus rokok tadi jadi lem dan cantholannya sekaligus.

Cobalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar